Dear all, I need to talk (2): How I try to shut down my own mind every single day
Barusan saya mencoba membaca tentang sesuatu bernama anxiety disorder.
Saya menyadari kalau ada yang salah dengan sistem penanganan panik di dalam
tubuh saya akibat kejadian hari ini.
Ketika saya sampai di kantor, lantai saya gelap, kantor terasa sepi, dan
ruangan saya masih terkunci. Saat membuka pintu, saya tidak menemukan seorang
pun di sana, meskipun di ruangan lain yang saya lewati sepanjang lorong, ada
beberapa manusia di sana. Saya mulai panik, “Jangan-jangan gue salah hari.
Jangan-jangan ini hari Minggu.” Jantung saya berdebar dan saya langsung lari ke
ruangan lain, tempat teman-teman dekat saya berada. Alhamdulillah mereka ada di
sana dan hari ini beneran hari Senin, bukan hari Minggu seperti apa yang saya
cemaskan.
Dari kejadian itu, saya mulai mengecek kembali tentang anxiety disorder
yang dulu pernah selewat saya baca. Dilihat dari gejalanya, saya merasa kalau
saya juga berada di bawah kondisi penyakit ini. Saya terlalu cemas akan hidup
ini dan bahkan cemas akan hal-hal kecil seperti mengira kalau saya salah hari.
Depressed and anxious. Dua hal yang sepertinya tidak mungkin terjadi
pada bocah bernama Kanetasya yang selalu cengar-cengir sepanjang waktu, yang bisa
tertawa lebih keras daripada siapapun, dan saking seringnya ketawa-ketawa, dia
hampir tidak pernah terlihat marah karena setiap digodain, dia cuma
ketawa-ketawa doang.
But, it is highly likely that I am under both mental illness now…
“Lo depresi apanya sih masih bisa ketawa-ketawa gini?”
Baiklah, this conversation again.
“Gue selamet karena gue humoris kali,” saya sambar saja dengan jawaban
seperti itu dan melanjutkannya dengan, “Tapi lo ga tau aja cara kerja otak gue
di balik cengangas-cengenges ini.”
Saya belum pergi ke psikolog dan didiagnosis mengidap depresi. Tapi dari
membaca banyak hal tentang depresi, kemungkinan besar saya sedang berada dalam
kondisi itu.
Ini mungkin hanya first assessment dari apa yang saya baca dan demi
apapun, saya tidak sedang mencoba “drama” atau “fakir perhatian”. Jika digali
sangat dalam, saya masih sangat sangat putus asa memandang hidup ini. Yap, di
balik ketawa-ketawa dan jokes ga jelas yang keluar dari otak saya, saya juga
masih sangat sempat merasa menjadi manusia paling menderita, tidak berharga,
sampah, tidak layak dicintai, dan mati aja lo di dunia ini.
Beginilah bagaimana setiap hari pikiran
saya bekerja
Pertama, saya merasa menjadi orang paling bodoh sedunia. Sedikit saja
saya tidak mengerti, saya langsung bilang, “See? Betapa bodohnya elo yang
dikira orang-orang pinter ini.” Ternyata sekolah di SMA Negeri 1 Bogor, kuliah
di Universitas Gadjah Mada, dan master di University of Manchester malah
membuat saya tertekan dengan ekspektasi “pintar” yang dinilai orang lain ada
pada diri saya. Saya selalu merasa saya tidak pernah berhasil memenuhi
ekspektasi pintar dari orang-orang itu. Saya sampah dan saya bodoh. Itu yang
selalu saya pikirkan.
Kedua, setiap saya bercermin, saya akan selalu bilang kalau saya jelek
dan tidak menarik. Percaya atau tidak, setiap pergi keluar, saya hampir selalu
membongkar kerudung saya berkali-kali karena saya merasa saya terlihat jelek.
Ketiga, saya selalu merasa saya tidak akan qualified di pekerjaan
manapun karena saya bodoh dan saya tidak capable. Selain itu juga, saya merasa
minder untuk mencoba sesuatu yang baru. Misalnya meskipun suka menulis, saya
jarang sekali berani menjual tulisan itu agar menghasilkan uang hanya karena,
“Nggak ah, ini mah jelek tulisannya. Sampah.”
Keempat, saya tidak punya tujuan hidup lagi. Masa-masa indah di mana
saya selalu menulis tujuan hidup setiap tahun sepertinya sudah berlalu setelah
saya menyaksikan satu per satu dari mereka berguguran. Setelah itu, saya merasa
diri saya adalah a failure. Mau menuliskan tujuan hidup sebanyak apapun, saya
merasa tidak akan ada gunanya karena saya merasa sudah pasti tujuan hidup itu
tidak akan berhasil.
Kelima, saya merasa orang lain tidak menyukai saya dan saya dianggap
tidak penting oleh mereka. Selalu.
Dan menceritakan kepada orang
lain bagaimana otak saya bekerja tidak semudah itu
Depression selalu identik dengan mereka yang introvert, tapi seorang
extrovert semacam saya juga ternyata sangat bisa overthinking her life sehingga
setiap hari saya harus melawan pikiran saya sendiri bahwa saya tidak seburuk
itu.
Makanya setiap saya cerita kalau saya sempat berpikiran untuk segera
mati saja, orang-orang sepertinya tidak akan percaya karena saya masih
cengangas-cengenges dan terlihat waras.
Melihat video carpool karaoke Chester Bennington yang direkam enam hari
sebelum dia bunuh diri sangat mengerikan bagi saya. I could end up like him.
Tertawa-tawa bahagia di suatu hari lalu merasa tidak berarti seminggu kemudian
dan memilih untuk mati.
Alhamdulillah-nya saya masih cukup sadar untuk tidak segera mengakhiri
hidup saya walaupun sampai sekarang jika saya berada di lantai yang tinggi dan
melihat ke bawah, saya sering berpikiran untuk terjun saja dan sampai sekarang
saya masih anxious melihat ada pisau dapur di kamar saya.
Jika tiba-tiba di tengah sedang bercerita, saya mengeluarkan sebuah
kalimat yang mengerikan, seperti “Gue sih udah lelah sama hidup ini” atau “Ah
gue mah masih hidup aja udah syukur” ketahuilah bahwa sebenarnya saya tidak
sedang bercanda.
Apalagi kalimat-kalimat yang sepertinya sudah setiap hari di dengar oleh
teman-teman saya, “Apalah gue yang ga jelas ini” atau “Kan gue emang sampah
anaknya” saya sungguh tidak sedang bercanda. Itu adalah kalimat yang keluar
dari pikiran saya setiap hari dan kebetulan saja kalimat itu tidak selalu
sampai terucap di mulut saya.
Kalau ada yang mencoba menghibur dengan pencapaian-pencapaian saya dan
apa saja hal yang harus saya syukuri, sepertinya kalimat itu hanya akan masuk
kuping kanan dan keluar di kuping kiri. Bagi saya, hal seperti itu sudah sangat
tidak mempan karena saya sendiri sudah tidak bisa mengendalikan pikiran saya
untuk menerima hikmah kebijaksanaan semacam itu.
Yang sedang saya pikirkan sekarang adalah bagaimana saya mampu
mengendalikan pikiran saya agar tidak berulah lagi dan bagaimana saya bisa shut
down negative thought yang sangat mengganggu ini selama-lamanya.
Captured by Dara Pratiwi at Bedugul |
*****
I wrote some notes about my depression and anxiety disorder. Please kindly check the labels: "random notes about depression" or check these links if you want:
I wrote some notes about my depression and anxiety disorder. Please kindly check the labels: "random notes about depression" or check these links if you want:
- The days when life was just four meaningless letters
- Dear all, I need to talk (1): Advice from my murobbi
Komentar
Posting Komentar