MANTEN (2): Bagaimana rasanya dilamar?

Alhamdulillah tanggal 17 November kemarin, saya sudah dilamar oleh seorang pria yang semoga ga khilaf ketika melamar saya, wqwq...

Alhamdulillah lagi semua berjalan lancar. Banyak keluarga, kerabat, dan sahabat yang datang. Catering-nya enak, kue melimpah, dan hasil fotonya bagus-bagus. Itu kan yang penting? Hehehe

Akhirnya setelah perjalanan panjang mengenal cowok-cowok yang salah, saya insyaAllah sudah menemukan cowok yang benar. Atau sebenarnya dalam hal ini pun mungkin tidak ada kebenaran dan kesalahan? Entahlah, perkara jodoh memang selalu jadi misteri Allah. Mungkin yang salah untuk saya adalah yang benar untuk yang lain dan sebaliknya.

Bagaimana rasanya dilamar?

Sudah beberapa kali saya mendapatkan pertanyaan ini. Surprisingly, rasanya tidak se-kasmaran itu. Saya dan Si Anto memang tidak pernah sok romantis berlebihan. Kami masih kayak teman sampai sekarang, better than teman tapi mesra lah ye, kami teman tapi tunangan walau tidak mesra. Wakakakakak.

Karena pada dasarnya kami tidak pernah pacaran dan saya mual-mual mendengar kata-kata cinta terbaeeeqqqq (anaknya sekarang realistis, nikah karena ada yang mau nikah sama saya, wqwqwq), lamaran bagi saya adalah rejeki dari Allah. Sama saja dengan rejeki bisa kuliah di Manchester atau rejeki bisa jadi Pe En Es. Jadi bukan karena radarku mampu menemukan seseorang yang tercipta untukku, yang paling memahami diriku, yang mau menerimaku apa adanya, bodo amaaaatttt ~~

Lamaran bagi saya adalah penguatan komitmen kalau saya mau berbagi susah dan senang sama dia, berbagi kehidupan, dan berbagi cara supaya rumah tangga kami berkah, demi menuju surga bersama. Saya bantuin dia masuk surga, dia bantuin saya masuk surga. Uwuwuwu... Sebuah cita-cita yang tinggi bukan?

Saya sepenuhnya sadar kalau menikah tidak akan bisa membuat saya bahagia, termasuk ketika saya akhirnya "menemukan orang yang tepat". Saya selalu berpikiran kebahagiaan berasal dari diri saya sendiri. Jangan menunggu ada orang lain yang membuat saya bahagia. Jangan tunggu menikah dulu baru bahagia, jangan tunggu lamaran dulu baru bahagia.

Makanya waktu saya share foto lamaran saya dengan beberapa teman, saya cukup "oh yaaaa?" dengan komentar "Kamu terlihat bahagia."

Of course, kayaknya saya emang selalu mampu terlihat bahagia ga seeeeh?? Like "periang" is my middle name. Hahahaha.... Walaupun di dalam hati mungkin tidak sebahagia itu.. Eak.

Karena 100-an hari lagi kami menikah...

There are a lot of things to do. Buanyak banget. Ini idenya siapa pula bikin nikahan rada heboh? Mana sepupu saya nakut-nakutin lagi kalau ngurusin nikah bikin kurus jadi saya ga usah diet. Mamam ~~

Makanya ga sempet banget ini romansa baru lamaran. Acara nikahan sudah di depan mata dan sepertinya kami perlu kebut tiga setengah bulan untuk mengurus segalanya.

Kami yang tadinya jarang chatting jadi lebih sering chatting. Bukan karena kami baru lamaran lalu gombal-gombalan "Sudah makan belum?". NOPE. Kami ngomongin nikahan. Wqwqwq. Dua malam yang lalu saya lagi serius-seriusnya ngomongin nikahan dan mungkin karena dia baru pulang kantor, dia ga nyambung. Akhirnya saya tinggal tidur aja. Wqwq. Eh bisa-bisanya pagi-pagi dia ngirimin excel berisi rencana nikahan yang kalau diisi lengkap bisa memakan waktu seharian.

WOW. Sepertinya kami berdua punya kesamaan: we take everything seriously. Bahasa kekiniannya: anaknya niat banget.

Doakan ya semoga persiapan menikah ini lancar dan yang paling penting kami berdua juga kudu ngomongin marriage preparation supaya ga kaget dengan kehidupan pasca menikah.

Bagaimana rasanya pakai cincin lamaran?

Karena saya jarang pakai cincin, memakai cincin di jari manis tangan kiri setiap saat ternyata se-kagok itu. Tapi saya berkomitmen menggunakannya terus supaya saya ingat untuk terus bersyukur atas anugerah ini. 

Bagi saya berdoa menemukan jodoh yang baik adalah sebuah perjalanan yang sangat panjang dan harus jatuh bangun berkali-kali. Makanya cincin ini mungkin dikasih sama Anto, tapi yang lebih baik lagi daripada Anto pastinya adalah Allah yang mengabulkan doa saya untuk bisa dilamar dalam waktu dekat ini..

Tapi meskipun demikian, hal yang paling saya takutkan di dunia ini adalah saya takut sombong, saya takut pamer. Mengklaim sesuatu adalah milik saya padahal bukan, cuma titipan. Merasa kalau saya boleh sombong karena ada yang mau sama saya, padahal kalau bukan Allah yang ngasih, lo bisa apa woy?

Semoga Allah menghindari saya dari sifat pamer. Aamiin...

Makassar,
21 November 2018

(lagi di Makassar dalam rangka nambah uang catering, xixixi ~)

Komentar