Dua tahun menjadi ibu

Hari ini adalah hari ulang tahun anak saya.

Hari ini juga saya merayakan dua tahun menjadi ibu.

Sudah banyak hal yang saya lalui. Mulai dari baby blues yang nyaris mengarah ke post partum depression, bahkan disebut oleh psikolog saya "mengalami baby blues yang bertahan sangat lama".

Ada juga masa-masa ketakutan akan COVID-19 yang harus saya lalui di rumah sebagai ibu baru, sampai akhirnya keluarga saya beneran kena COVID-19.

Masa-masa menyusui yang alhamdulillah tidak terlalu drama meskipun ada saja pihak-pihak yang menghancurkan kebahagiaan saya dengan komentar macam "anakmu kurus" dan "ASI-nya kurang" padahal berat anak saya baik-baik saja. Ada pula masa-masa masak MPASI meskipun saya bukan jawara dapur. Masa-masa anak saya ga mau makan dan saya harus kesal dengan orang rumah karena melangkahi keputusan saya, misal dengan memberikan makan di luar jam makan. Masa-masa anak saya sakit, saya yang sakit, atau suami yang sakit. Masa-masa galau harus ambil keputusan ini atau itu dan semua pilihan terasa sulit.

Saya pun menghabiskan tahun-tahun pertama saya jadi ibu dengan bulak-balik konseling, memperbaiki pola pikir saya yang aduhai ingin mati saja saat itu. Ada masanya saya merasa sangat tidak berarti. Anak nangis, saya ikut nangis. Ada pula masa-masa saya tidak ingin berada di dekat anak saya.

Saya susah payah bisa menyayangi anak saya. Saya susah payah menikmati peran sebagai ibu. Saya susah payah menerima kalau anak ini sangat bergantung pada saya.

Belum lagi tuntutan pekerjaan yang membuat saya kadang bertanya apakah saya sudah menjadi ibu yang baik untuk dia. Ada minggu-minggu yang saya habiskan di kota lain hingga saya tak bisa menyusuinya secara langsung di malam-malam tertentu. Dan tentu saya sangat merasa bersalah, meskipun saya mengerti sekarang bahwa anak saya juga mesti paham bahwa kehidupan ibunya bukan melulu soal dia. Itu tidak apa.

Lagipula dalam kasus saya, saya juga mengalami apa yang disebut dengan "kualitas bukan kuantitas". Ibu saya selalu ada di rumah, tapi hubungan kami, ternyata, tidak sehangat yang seharusnya. Maka ini bukan soal banyak-banyakan waktu, tapi soal waktu terbatas yang berkualitas.

Tentu menjadi ibu adalah salah satu milestone terbaik dalam hidup saya. Saya banyak berubah menjadi lebih baik karena saya ingin anak saya punya kehidupan yang lebih baik daripada saya.

Meskipun ada masanya saya menyesali apa yang sudah terjadi. Kenapa tidak menunda punya anak, kenapa orang kok bisa bahagia banget punya anak, dan sebagainya.

Jujur, saya pun baru berpikir sekarang kenapa saya harus punya anak. Saya pikir ketika orang menikah, ya tentu selanjutnya punya anak. Tapi ternyata hal-hal yang sudah lazim begini pun seharusnya juga butuh direnungkan, apa niatnya?

Kalau cari bahagia, wah kebetulan punya anak pun bisa bikin stress. Kalau cari investasi, wah kebetulan anak ga punya kewajiban untuk merawat orang tuanya kecuali kalau dia bersedia. Kalau cari pahala dan keberkahan, nah insyaAllah sumber-sumber kekuatan justru berasal dari sini.

Saya juga mengerti bahwa punya anak berarti siap untuk bahagia sekali atau bisa jadi sedih sekali. It's like a rollercoaster ride. Dan dalam dua tahun terakhir ini, saya sudah merasakan at my lowest and also at my best.

Dua tahun terakhir ini sungguh saya mengagumi kemampuan saya untuk belajar hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya juga berterima kasih pada diri saya yang sudah berusaha mengurangi keahlian saya dalam mengkritik diri sendiri. Salah ya salah, tapi ya gapapa bisa diperbaiki. Selain itu, tentu, kemampuan saya dalam mengambil keputusan juga semakin baik.

Saya juga bersyukur punya support system yang baik. Meskipun kalau dipikir-pikir, saya sungguh berusaha agar punya support system semacam ini. Prinsip saya, jangan menyusahkan diri saya dan jangan menyusahkan pikiran saya sendiri. Jadi kalau ga sanggup, ya minta tolong.

Saya pun belajar bahwa tidak ada yang salah dengan memprioritaskan diri sendiri dibandingkan orang lain. Ibu yang tenang dan bahagia lebih mampu mengurus segalanya dibandingkan yang kusut semrawut.

Mungkin karena itulah saya dikasih rezeki anak di saat saya belum benar-benar siap. Allah pengen saya belajar supaya saya berubah menjadi lebih baik.

Selamat dua tahun menjadi ibu. Kamu hebat.

Komentar