Tentang Kehamilan (1): Karena Berbagi adalah Kunci
Halo.
Setelah sekian lama absen, saya ngeblog lagi di sini. Sebelumnya, saya sempat menjadikan blog ini tidak bisa dicari di mesin pencarian Google karena saya mendadak lebih concern terhadap privacy. Tapi hilangnya blog ini dari mesin pencarian malah membuat saya agak sedih karena ternyata saya kehilangan sarana untuk berbagi.
Padahal selama hamil, saya merasa butuh sekali sharing banyak hal dengan ibu-ibu lainnya, khususnya yang sudah berpengalaman. Saat hamil, apalagi anak pertama, wajar sekali ada perasaan was-was karena belum tahu harus apa dan bagaimana. Nah dengan ngobrol dan baca-baca lah saya akhirnya mulai pede menjalani kehamilan ini.
Makanya saya mengaktifkan lagi blog ini. Membuka gembok google search-nya dan membiarkan saya berkenalan dengan pembaca yang luas lagi.
Tentang Kehamilan Saya
Hari ini saya sudah memasuki kehamilan minggu ke-35. Alhamdulillah kehamilan saya nyaris tanpa masalah berarti. Buat yang bermasalah jangan khawatir, setiap kehamilan memang beda-beda. Saya mungkin terlihat perkasa, tapi apa yang ada di dalam hati saya siapa yang tahu, hahahah.
Sedikit menengok ke belakang apa saja yang terjadi selama kehamilan saya ini, mungkin bisa dirangkum seperti ini:
Menemukan diri saya sudah hamil tiga bulan setelah menikah itu seperti dikejar-kejar setoran. Satu peran belum selesai dipelajari, sudah akan muncul peran lain yang lebih menantang.
Jika mayoritas manusia super bahagia dengan kabar kehamilan, saya mungkin termasuk kelompok minoritas yang malah bingung. Pertanyaan terbesarnya adalah "Saya mampu ga ya?" dan sampai sekarang bahkan saya tidak mampu menjawabnya.
Trimester pertama saya berjalan cukup stress kalau tidak bisa dibilang stress banget. Banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan saya justru membuat saya kesulitan beradaptasi. Sebagai catatan, perubahan ini bukan hanya soal kehamilan, tapi juga soal kehidupan dan lingkungan saya setelah menikah. Saya benar-benar keluar dari zona nyaman. Dan saya masih merasa zona baru tidaklah nyaman.
Pertanyaan semacam "Mual-mual ga?" dari orang-orang rasanya tidak penting buat saya yang sebenarnya memang tidak pernah susah makan ini. Mual ya mual, tapi setelah itu makan lagi. Kebiasaan saya memang sangat disiplin soal makan, mungkin lebih disiplin makan daripada berdoa ~
Dalam masa itu saya mungkin lebih bahagia ketika ditanya, "Are you happy?"
Karena semua orang mengasosiakan kehamilan dengan kebahagiaan padahal mungkin ada minoritas macam saya yang bingung dan butuh dukungan, tapi tidak ada yang bertanya.
Move on dari trimester pertama yang penuh gejolak hati, trimester kedua saya jalani dengan lebih bahagia. Saya mulai terbiasa menjalani apa yang namanya menikah, berumah tangga, dan hamil. Makan pun sudah jauh lebih enak dan tidak perlu pilih-pilih.
Kebahagiaan saya terlihat dari meningkat drastisnya berat badan saya. Di trimester pertama berat badan saya tidak naik. Jumawa, saya makan segalanya dan berakhir dengan kenaikan berat badan sebanyak 14 kg di akhir trimester kedua. Terima kasih, Ini memang sebuah pencapaian.
Di trimester kedua ini juga saya akhirnya merasa nyaman mengumumkan kehamilan saya. Lama banget kaaan? Jika hampir seluruh orang tua mempublikasikan hasil USG pertamanya di media sosial, saya baru berminat memberi tahu kepada khalayak ramai pada bulan ke-5. Bahkan sebelumnya, hanya sedikit saja teman dekat saya yang tahu, itu pun karena suatu keperluan.
Alasannya mungkin masih sama: karena adanya gejolak perasaan saya yang entah kenapa ini, saya malas saja memberi tahu kalau saya hamil, lalu orang-orang mengucapkan selamat dengan heboh, padahal saya dalam hati merasa "Em, plis biasa aja deh, plis."
Mungkin ini adalah tanda-tanda hamba yang kurang bersyukur, astaghfirullah...
Itu saja memang kekuatan saya selama ini: keyakinan bahwa tidak semua orang dipercaya untuk diberikan rezeki kehamilan.
Alhamdulillah kehamilan saya juga tangguh sekali. Saya sempat dua kali ikut dinas lapangan ke luar kota bersama rombongan kantor. Saya bahkan sudah memulai prenatal gentle yoga di minggu ke-23. Saya sehat, bayi saya juga sehat. Itu yang paling penting.
Trimester Ketiga
Saya mulai deg-degan karena memasuki trimester terakhir. Saya awalnya masih melihat persalinan sebagai hal yang mengerikan. Dari awal trimester ketiga, saya mengikuti saran orang-orang yang katanya jangan males gerak nanti lahirannya susah. Insecure banget. Saya olahraga setiap hari, minimal mengikuti gerakan senam hamil atau prenatal yoga di youtube lah yang durasinya sekitar 10 menitan.
Kalau weekend, saya lebih kerja keras lagi: ikut kelas prenatal gentle yoga dan kadang juga jalan pagi sehat di taman kota dekat rumah. Durasinya bisa 30 menit sampai 1 jam, bahkan lebih kalau lagi maniak. Hahaha.
Trimester ketiga juga mengakhiri era kejayaan saya makan apapun. Saya disuruh diet gula sejak minggu ke-30 dan katakan selamat tinggal kepada kue-kue manis dan minuman segar penuh gula. Gara-garanya bayi saya sempat berada di batas atas ukuran normalnya ketika kontrol. Melalui hasil tes, saya sendiri ternyata juga tidak terlalu toleran dengan gula dan berpotensi diabetes.
Diet ketat membuat kenaikan berat badan saya jauh lebih stabil. Sejauh ini, saya hanya naik 3 kg saja. Sebuah kerja keras yang membanggakan.
Ketakutan saya akan proses persalinan juga mulai berkurang. Betul kata Bidan Kita, si akun kehamilan favorit saya di instagram, bahwa knowledge is power. Semakin banyak tahu, kegelisahan kita akan semakin berkurang.
Saya juga sempat ikut kelas persiapan persalinan bersama tim Rencang Babaran di Bogor yang turut dimeriahkan oleh suami saya sebagai pendamping persalinan nanti. Sungguh tampan. Hahaha. Saya kembali mengingat prinsip: cowok tuh kalau bertanggung jawab entah kenapa ganteng banget ya. Ceileh.
Saya akan mengakhiri tulisan pembuka ini di paragraf ini. Selanjutnya, saya akan share beberapa hasil belajar saya selama proses kehamilan ini di tulisan lain. Doakan semoga persalinan saya lancar ya :)
Trimester Ketiga
Source: stillaware.org |
Saya mulai deg-degan karena memasuki trimester terakhir. Saya awalnya masih melihat persalinan sebagai hal yang mengerikan. Dari awal trimester ketiga, saya mengikuti saran orang-orang yang katanya jangan males gerak nanti lahirannya susah. Insecure banget. Saya olahraga setiap hari, minimal mengikuti gerakan senam hamil atau prenatal yoga di youtube lah yang durasinya sekitar 10 menitan.
Kalau weekend, saya lebih kerja keras lagi: ikut kelas prenatal gentle yoga dan kadang juga jalan pagi sehat di taman kota dekat rumah. Durasinya bisa 30 menit sampai 1 jam, bahkan lebih kalau lagi maniak. Hahaha.
Trimester ketiga juga mengakhiri era kejayaan saya makan apapun. Saya disuruh diet gula sejak minggu ke-30 dan katakan selamat tinggal kepada kue-kue manis dan minuman segar penuh gula. Gara-garanya bayi saya sempat berada di batas atas ukuran normalnya ketika kontrol. Melalui hasil tes, saya sendiri ternyata juga tidak terlalu toleran dengan gula dan berpotensi diabetes.
Diet ketat membuat kenaikan berat badan saya jauh lebih stabil. Sejauh ini, saya hanya naik 3 kg saja. Sebuah kerja keras yang membanggakan.
Ketakutan saya akan proses persalinan juga mulai berkurang. Betul kata Bidan Kita, si akun kehamilan favorit saya di instagram, bahwa knowledge is power. Semakin banyak tahu, kegelisahan kita akan semakin berkurang.
Saya juga sempat ikut kelas persiapan persalinan bersama tim Rencang Babaran di Bogor yang turut dimeriahkan oleh suami saya sebagai pendamping persalinan nanti. Sungguh tampan. Hahaha. Saya kembali mengingat prinsip: cowok tuh kalau bertanggung jawab entah kenapa ganteng banget ya. Ceileh.
Saya akan mengakhiri tulisan pembuka ini di paragraf ini. Selanjutnya, saya akan share beberapa hasil belajar saya selama proses kehamilan ini di tulisan lain. Doakan semoga persalinan saya lancar ya :)
Komentar
Posting Komentar