2016 was a year for travelling: here are my 10 favourite places of the year

Saya tidak pernah bepergian ke begitu banyak tempat dalam setahun sebelum 2016. Meskipun saya punya jiwa bocah ilang, keterbatasan dana, waktu, akses, fisik, dan kesempatan menjadi kendala untuk pergi ke banyak tempat dalam setahun. Namun pada 2016, saya berhasil sampai di beberapa tempat yang ada di bucket list saya selama ini. Bertahun-tahun ngutak-ngatik web page National Geographic dan Lonely Planet, akhirnya sampai juga saya ke tempat itu. ALHAMDULILLAH.

Tapi sungguh, baru di 2016 juga saya baru merasa mengingat Allah di sepanjang jalan dan merasakan cinta-Nya. Di setiap perjalanan ketika hati saya hampir meledak kegirangan untuk mencapai suatu tujuan, kadang terselip rasa haru dan syukur kenapa Allah mengizinkan saya ada di situ. Sudah berapa bantal hostel dan AirBnB yang saya basahi dengan air mata syukur karena saya tak tahu mengapa Allah bisa sangat mencintai saya lewat terkabulnya semua doa-doa remeh saya yang hobi melihat dunia ini.

Dan ketika melihat tempat-tempat spesial inilah, monolog-monolog saya dengan Allah terasa semakin hangat. So, here are my top 10 favourite places of the year (urutan di sini bukan menandakan yang mana yang paling favorit, saya hanya membuat daftar berdasarkan urutan kronologis sepanjang 2016):

1. Uganda - March 2016



The Pearl of Africa

Di balik kedok kuliah Development Fieldwork, kami sejurusan sama-sama excited untuk pergi ke Afrika Tengah, tepatnya ke Uganda. Saya pernah menulis tentang Uganda di sini, tapi tak bosan rasanya saya bercerita apa yang saya lakukan di sana.

Uganda mengajarkan saya tentang mahalnya rasa syukur. Sepertinya sudah berulang kali sejak kecil kita diajarkan untuk tidak mengeluh, nah di Uganda itulah untuk pertama kalinya saya menyaksikan langsung betapa derita gue (pake "gue" banget loh ini) tidak seberat itu dan rugi banget kalau ngeluh terus.
"Nikmat Tuhanmu yang mana yang telah engkau dustakan?" 
Ayat itu menjadi sangat serius bagi saya sekarang. Kayaknya super malu dengan orang-orang di Uganda yang hidupnya lebih susah dari saya. Lebih malu lagi karena saya yang dulu masih polos dan ingin mengubah dunia ini ternyata belum bisa melakukan apa-apa. Makanya seumur hidup yang namanya mencari ilmu itu diwajibkan karena kalau sekarang sudah merasa puas dengan ilmu yang ada untuk mengubah dunia, itu tandanya ilmu ente masih cethek (kata Baginda Rezaldi Alief Pramadha).

2. North Wales, UK - March 2016

Foto oleh: Bening Tirta Muhammad

I may love nature more than I love you.

Siapapun yang akhirnya nikah sama saya harus menghadapi kenyataan kalau saya sangat mencintai alam (dan alam mungkin satu-satunya tempat di mana seorang Kanetasya bisa diam bengong tanpa ngapa-ngapain selama berjam-jam demi menikmati indahnya suasana). Oke, prolog ini agak kurang penting.

Saya harus bilang North Wales adalah satu-satunya alam di UK yang membuat saya benar-benar terkagum-kagum sampai menarik napas berkali-kali dan bilang, "Ya ampun ini bagus banget! Gue ada di mana?" Atau mungkin saya saja ya yang kurang eksplor alam di UK. Hhhhmmm..

Mulai dari menyeberang ke Isle of Anglesey, menginap di sekitaran Snowdonia National Park (yang bagus banget, ga paham bagusnya!!!! kiri kanan tebing-tebing cantik aaaaaakkkk), naik kereta untuk mencapai puncak Snowdon, berkunjung ke desa pelabuhan Portmeirion yang cantik, dan ke "Ancol"-nya UK bernama Llandudno. Road trip ini juga terbilang spesial karena kekompakan kami bertujuh sebagai teman jalan cukup solid.

3. Peak District, UK - July 2016

Model (kiri - kanan): Erica, Glorie, Annye, Mari, Saya, Niki. Lupa siapa yang ambil foto ini.

Raise my adventurous spirit!

Jalan bersama dua orang dosen yang pintarnya tidak perlu diragukan lagi (yang ternyata tangguh juga di alam! Mulai mempertanyakan gue ngapain aja dalam hidup ini ~) bersama beberapa teman jurusan. Perjalanan ini yang membuat saya percaya bukan tempatnya yang membuat sebuah perjalanan itu spesial. Kadang tempat yang tidak terlalu bagus bisa menjadi lebih spesial karena perjalanan ke sananya itu sendiri yang lebih spesial.

Di tengah guyuran hujan yang kurang bersahabat, kami harus mendaki bukit di Peak District. Nama puncaknya adalah Mam Tor. Jangan ditanya betapa licinnya trek yang kami lewati dan beberapa teman pun jatuh karena tergelincir.

Kacamata saya juga tidak selamat dari guyuran hujan. Jadi saya harus mencari jalan dengan kondisi kacamata basah kuyup. Yang pakai kacamata pasti tahu kalau keadaan ini sangat mengganggu penglihatan. Tidak hanya kacamata yang basah, sekujur tubuh saya juga basah kuyup karena jaket saya bukan yang anti hujan badai. 

Dalam keadaan kurang kece itu, akhirnya baju kami kering sendiri ketika kami jalan-jalan di sekitar Castleton, sebuah desa yang cantik dan damai plus saya sempat makan es krim dan ala ala English tea di sebuah kafe (menyenangkan!). Perjalanan sehari penuh ini masih dilanjutkan dengan explore Blue John Cavern yang merupakan gua paling dalam se-Inggris Raya.

Puas banget. Merasa sehat. Merasa bugar. Pulang-pulang kaki gempor berhari-hari. Ini baru namanya jalan-jalan!

4. Emirates Stadium, London, UK - August 2016

Foto oleh: Indi Raisa Girsang

Victoria concordia crescit.

Finally, saya nonton Arsenal di Emirates Stadium! Kisah lengkapnya bisa dilihat di postingan yang ini.

Sampai sekarang saya masih merinding sendiri kalau melihat Emirates Stadium dari instagram. Aku pernah duduk di sana kakaaaak ~~

Kalau perjalanan yang ini bisa dibilang salah satu yang favorit karena saya berhasil menuntaskan keinginan untuk nonton bola di Emirates. Sekali lagi saya membuktikan kalau yang namanya cita-cita tidak perlu serius karena bagi saya, hidup itu harus lucu dan menyenangkan. 

Tapi cara mendapatkan cita-cita itu yang tidak linear. Berhubung saya bukan anak horang kaya dan bukan artis simpanan pejabat, dari dulu saya berniat kalau mau nonton bola di Emirates, kamu harus pintar, Kanetasya! Kamu harus sekolah di sana. And God has answered my prayer :-)

5. Rome, Italy - September 2016


The eternal city.

Setelah baca buku, majalah, internet, dan segala macam sumber lainnya, ada tiga kota di dunia ini yang membuat saya nge-fans karena arsitektur kotanya: Yogyakarta, London, dan Roma. Tak heran saat saya punya kesempatan ke Roma, rasanya diri ini hampir meledak. Saya menggunakan lipstick merah untuk merayakannya karena merah adalah warna saya dan Roma adalah kota saya!

Suasana yang terkesan turis banget memang membuat Colosseum tampak membosankan. Tapi kebosanan akan Colosseum berkurang ketika saya makan lasagna super enak di samping Colosseum (dan kalap makan donat yang dikasih es krim. Ya Rabb, masukkan aku ke dalam surga-Mu ~).

Sedikit jalan kaki, terlihatlah reruntuhan Roma kuno yang sepertinya sudah khatam saya baca di buku Rome tulisan Steven Saylor. Tapi "man of the match" dari perjalanan ini adalah Capitoline Hill yang berulang kali muncul di buku Rome dan ternyata bangunan ini super duper epic!

Perjalanan dilanjutkan berdua dengan sis Ambun Pratami karena kami penasaran dengan Fontana di Trevi dan Spanish Steps. Well, ternyata kami kurang beruntung karena di hari itu Spanish Steps ditutup karena akan ada konser di sana (batal mau foto ala ala Audrey Hepburn). Beberapa langkah menuju Fontana di Trevi, Roma diguyur hujan lebat. Kami basah kuyup tapi tetap berusaha mencapai Trevi. Sampai di sana, ternyata bukan hanya kami turis yang rela basah-basahan demi melihat Trevi karena di sana penuh banget. Duh ~

Balik ke penginapan dengan berjalan kaki (dan kehujanan). Kami sukses nyasar sampai ketemu Parthenon. Tapi Roma di malam hari juga sangat cantik. Kami menyusuri gang-gang yang manis, romantis, dan tidak membosankan sama sekali.

Di hari kedua, kami kembali mencoba peruntungan untuk melempar koin di Trevi. Lagi-lagi kami kurang beruntung karena air muncul termasyhur ini sedang dibersihkan (MAU NANGIIIIIIS).

Kemudian kami lanjut ke Basilica Santo Pietro. Yang menarik, moda transportasi di Roma ternyata kurang bagus. Kami harus membeli tiket bus di toko kelontong. Bus yang membawa kami ke Basilica juga tidak terlalu bagus seperti layaknya di kota-kota besar Eropa lainnya.

Saat sampai di Basilica, hanya satu yang saya pikirkan. Allah, kalau Engkau mengizinkan saya untuk melihat tempat ibadah umat katholik, kapan Engkau mengizinkan saya ke Baitullah?

6. Pisa, Italy - September 2016
Model (kiri - kanan): Dikanaya Tarahita, Febby Risti Widjayanto dan Ambun Pratami

Sometimes the imperfection is what makes you perfect.

Karena saya kurang suka bangunan, memasukkan Pisa ke dalam daftar kunjungan saat Euro Trip bagi saya hanya sekedar kewajiban saja. Dalam hati mikir apa sih yang menarik dari menara yang miring-miring ga jelas itu?

Well, waktu sampai di Pisa, ternyata kotanya unyu. Kecil dan rapi. Transportasinya bagus. Arsitekturnya manis. Sepertinya hidup bakal sangat bahagia kalau tinggal di Pisa.

Leaning tower dan Piazza dei Miracoli juga ternyata tidak semembosankan itu. Menaranya tidak terlalu tinggi tapi sensual. Saya juga baru tahu kalau Menara Pisa semiring itu loh. Memang ajaib! Sebuah gunung tampak muncul di samping kiri menara yang menjadikan menara itu tampak miring karena terdorong oleh gunung. Mungkin waktu kedatangan kami yang sore-sore mendekati senja menambah syahdu suasana di sekitar dua tempat itu.

Sayang kami harus segera angkat kaki untuk mengejar kereta ke La Spezia. Tapi kesan Pisa yang damai dan manis terkenang selamanya, iya kayak kamu.


7. Cinque Terre, Italy - September 2016




I leave my heart in Cinque Terre.

Jika ada suasana alam yang paling "kawin" dengan suasana kota, Cinque Terre adalah tempatnya. Sepertinya saya tidak bisa berpanjang-panjang menggambarkan pesona lima kota di pesisir Italia ini karena intinya cuma satu: BAGUS BANGET. Kelima kota itu adalah (dari yang terjauh hingga yang terdekat dari La Spezia) Monterosso al Mare, Vernazza, Corniglia, Manarola, dan Riomaggiore.

Cinque Terre bisa dicapai menggunakan kereta dari stasiun La Spezia, kabar bagusnya setiap naik turun kereta, biayanya gratis karena kita semacam membeli tiket harian. Rute keretanya juga unik karena kita akan masuk ke dalam tebing-tebing jadi suasana bakal gelap. Kadang ada lubang di tebing di mana kita bisa melihat sekilas warna air laut kehijauan di tengah perjalanan yang seakan menjadi teaser cantiknya Cinque Terre. 

Di Monterosso al Mare, kayaknya kita bakal puas berenang di pantai yang pasirnya putih dan airnya hijau seharian. Ombaknya juga tenang jadi kalau mau coba-coba santai kayak di pantai, Monterosso adalah tempat yang paling sip.

Vernazza lebih mirip kampung nelayan dengan versi lebih rapi. Banyak kapal-kapal yang mampir di sini. Airnya tidak sejernih di Monterosso tapi kalau suka fotografi, Vernazza bisa menjadi pilihan yang oke. Tinggal naik ke tebing (jangan khawatir, tebingnya ada tangganya dan sudah di aspal) lalu jepret deh suasana laut dan rumah-rumah warna-warninya.

Kami skip Corniglia karena kekurangan waktu. Menurut mbak-mbak hostel, kalau mau skip satu tempat di Cinque Terre, skip Corniglia. Menurutnya, Corniglia bagus tapi tidak terlalu warna-warni seperti daerah lain.

Manarola mirip Vernazza dan tidak kalah fotogenik. Kalau mau foto diri ala ala model, Manarola merupakan tempat yang paling pas.

Riomaggiore adalah tempat di mana saya lari-lari karena takut ketinggalan kereta. Di tengah keburu-buruan kami menengok Riomaggiore, saya menyadari kalau rumah-rumah di daerah ini adalah yang paling dekat ke laut lepas. Waktu beli magnet kulkas untuk kenang-kenangan, saya memilih foto si Romaggiore karena terlihat yang paling bagus (walaupun sejujurnya kalau melihat aslinya bagus semua sih).

8. Bled, Slovenia - September 2016



Somewhere only we know.

Saya pertama kali menemukan Bled di allthingseurope.tumblr.com dan baru benar-benar ingin ke sana saat Mariana Octaviana Silaen membicarakan soal Bled di tengah-tengah duet essay writing kami entah yang kesekian. Ya, sekali-sekali kita pergi ke tempat yang anti mainstream.

Ljubljana, ibukota Slovenia, merupakan kota yang menarik, apalagi jika mengingat ternyata banyak sekali orang di sana yang bisa bicara bahasa Inggris (tidak seperti di Italia atau Hungaria, misal).

Dari Ljubljana kami naik bus ke Danau Bled dan menginap di sebuah rumah yang damai berkat AirBnB. Dari situ saya berpikir untuk investasi rumah di Bali atau Lombok supaya bisa bikin AirBnB (dengan modal bersih-bersih plus senyum ramah dan sepik-sepik Bahasa Inggris).

Dari rumah ke danau hanya sekitar lima menit. Bled Lake dikenal unik karena ada sebuah kastil bergaya klasik yang ada di tengah danau. Selain itu, air di danau ini super jernih dan mengundang hasrat untuk nyemplung berkali-kali namun tidak ada yang menjamin keselamatan diri ini jika mau berenang kecuali Yang Maha Kuasa. Pemandangan sekitar juga syahdu karena dikelilingi dengan pepohonan rindang. Bisa bengong seharian berkontemplasi mempertanyakan arti hidup ini di sana deh!

Sore-sore adalah waktu yang paling tepat untuk jalan-jalan di Bled. Jikalau badan ini tidak lelah, jogging di sekitar danau sangatlah worth it (dan bahagia). Kalau mau agak modal, kita juga bisa menyewa kapal untuk sampai di Bled Castle.

9. Prague, Czech Rep. - September 2016



Hopeless romantic.

Romantisme tidak saya temukan di Paris, tapi sudut-sudut kota yang romantis seakan tercurah secara murahan di Praha. Hampir semua kota yang saya datangi dan tidak ada di list ini saya nilai overrated, tapi Praha yang katanya bagus memang sebagus apa yang dikatakan orang.

Arsitektur bergaya gothic memenuhi kota ini. Layaknya kota wisata lainnya, Praha penuh dengan para turis. Namun entah kenapa semua tempat seperti tidak kehilangan sisi menariknya. Charles Bridge penuh sesak tapi tetap memanjakan mata. Prague Castle juga ramai tapi entah kenapa sangat mengesankan (jangan lupa naik tangganya bikin kurus).

Berjalan kaki di Praha bagaikan sedang berada di dalam adegan video klip lagu cinta di mana si bintang utama sedang berjalan kaki slow motion sambil menceritakan kisah cintanya dengan sang kekasih.

Mungkin, jika kamu tidak jatuh cinta pada Praha, sebaiknya kamu di rumah saja seumur hidupmu dan bayangkan saja sendiri kota seperti apa yang menurutmu indah karena Praha itu indah dan dia nyata.


10. Komodo National Park, Indonesia - November 2016

Model (kiri - kanan): Dara Pratiwi, Vimala Dewi Nurcahyani, dan saya dong :-) Foto oleh: Fahmi Adimara

It is more than just visiting the dragons in a remote island.

Beberapa orang tertawa ketika saya bilang saya mau banget ke Komodo. Dalam pikiran mereka pergi ke Komodo seakan-akan hanyalah mengunjungi para komodo yang dikenal ganas itu.

Eits, bukan itu saudara-saudara! Pergi ke Komodo memang menjadi salah satu daftar tempat impian saya yang sesungguhnya cinta banget sama alam Indonesia ini tapi bukan karena saya mau foto-foto sama komodo. Takut juga dicaplok, gan!

Sepulang dari negara orang, saya langsung menyambut tawaran menarik untuk ikutan open trip dari Sociotraveler dengan tema Jomblo Berburu Komodo (jomblo bingits).

Pulau-pulau yang ada di kawasan Taman Nasional Komodo di Flores, Nusa Tenggara Timur terkenal sangat cantik dan khas. Di Pulau Padar misalnya, tempat yang sangat instagrammable karena dari atas bukit kita bisa melihat tiga lengkungan pantai. Tapi sekedar saran, jangan coba-coba siang-siang naik ke Padar karena panasnya pol!

Pulau Komodo juga tidak kalah indah dengan pasir putih dan deretan pepohonan hijau, walaupun komodo menjadi bintang sesungguhnya dari pulau ini. Di Pulau ini juga terdapat pantai yang tenar karena warna pasirnya yang merah muda, namanya Pink Beach.

Bagi yang suka snorkeling seperti saya, Pulau Bugis dan Pulau Kanawa bisa membuat kita betah wara-wiri ke mana-mana dengan fins dan google. Tapi tempat snorkeling favorit saya adalah Gili Laba di mana untuk pertama kalinya saya ketemu penyu saat snorkeling, apalagi di beberapa tempat, ikan dan terumbu karang hanya berjarak sekitar satu meter dari permukaan air. Gili Laba juga tempat kami singgah di sebuah malam, namun kami gagal melihat sunset maupun sunrise dari atas bukit karena terlalu lelah. 

Pulau-pulau ini juga mengingatkan saya kepada Maldives dengan pasir putih dan airnya yang bening, walaupun saya hanya kenal Maldives dari foto-foto saja. Tapi sungguh beberapa kali saya ngebathin kalau saya tidak perlu lagi pergi ke Maldives.

Satu lagi tempat yang ngeri-ngeri sedap adalah Manta Point karena kalau cukup berani, kita bisa berenang bareng ikan pari manta. Ternyata yang namanya ikan manta guede buanget. Saya yang awalnya berniat nyemplung jadi menciut nyalinya. Apalagi arusnya cukup deras. Tapi sekarang saya menyesal karena tidak berani nyemplung. Berenang sama manta seems so cool ~

Well, sepertinya saya perlu menulis satu tulisan sendiri untuk Komodo karena liburan di sini nyaris sempurna.

Alhamdulillah for my wonderful 2016, let's continue the adventure of a lifetime on 2017 (and I deeply love You, God! Please protect and guide me, always.)

Komentar

  1. nyet.. inspiring nyet.. 2017 ke pelaminan ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin mbak, miris ya udah kemana-mana tapi belum ke pelaminan. hahaha

      Hapus
  2. gw juga minat untuk lanjut studi di UK apalagi manchester. ada kontak biar bisa nanya2 hehehe makasih

    BalasHapus

Posting Komentar