Arsenal yang Mengajarkan Saya Menikmati Sebuah Penantian
Sebagai perempuan, sudah ribuan
kali sepertinya saya mendapatkan respon beragam tentang hobi saya yang satu
ini: saya suka nonton bola. Ada yang terkejut, ada yang mengira saya hanya suka
nonton bola karena pemainnya ganteng, ada juga yang mengagumi pengetahuan bola
saya yang ternyata tidak setengah-setengah. Yah, sampai sekarang, penggemar
sepak bola sepertinya memang masih didominasi oleh kaum Adam, sementara
perempuan yang suka sepak bola biasanya menerima dua pandangan: antara aneh
atau keren.
Perempuan pecinta bola: aneh atau keren? Foto oleh Indi Raisa Girsang |
Saya pertama kali suka sepak bola
gara-gara ikutan ayah nonton Piala Dunia 1998 yang digelar di Prancis. Jagoan
saya waktu itu adalah Brazil yang akhirnya kalah dari tuan rumah di pertandingan
final. Semenjak itu, saya jadi suka ikutan ayah untuk nonton Liga Italia, liga
terbaik di dunia pada zamannya. Sempat berpindah ke berbagai tim favorit, saya
akhirnya menunjuk AC Milan sebagai tim favorit saya.
Walaupun lebih sering nonton Liga
Italia, saya juga memperhatikan Liga Inggris. Saya tidak ingat mengapa, yang
jelas tim favorit saya di Liga Inggris langsung jatuh pada Arsenal. Kalau tidak
salah, pas awal-awal saya nonton bola, Liga Inggris dikuasai oleh Manchester
United dan Arsenal. Karena suka MU terlalu mainstream (soalnya bintangnya
populer banget kayak David Beckham), akhirnya saya lebih memilih mendukung
Arsenal.
Pahit manis mendukung Arsenal
sudah saya lalui. Mulai dari juara Liga Inggris dengan permainan super cantik, The
Invincible, direcokin sama tetangga yang baru kaya, kalah di Final Liga
Champions, puasa gelar sembilan tahun sampai akhirnya jadi juara Piala FA yang
meme-nya kocak abis. Ngakak-ngakak miris pas liat. Karena itulah fans Arsenal
dikenal sebagai sekelompok orang yang paling sabar menanti.
Sumber: https://onsizzle.com/ |
Menjadi “Anggota Merah” demi mengakhiri penantian
Bertahun-tahun menjadi penggemar
taraf layar kaca, yang harus masang alarm dini hari hanya untuk menyaksikan big
match dan beli majalah Bola keesokan harinya karena ketiduran jadi tidak bisa
nonton, nasib hidup membawa saya kuliah di Inggris. Ceritanya pengen banget
bisa kuliah di London, tapi lagi-lagi nasib membawa saya kuliah di Manchester. Santai
bung! Toh, Manchester-London tidak sejauh Jakarta-Yogyakarta.
Di masa-masa akhir kuliah, saya
akhirnya menyisihkan sebagian rezeki untuk membeli red membership Arsenal agar
peluang nonton di Emirates Stadium semakin besar. Sudah sejak awal kuliah saya
bertekad untuk nonton di Emirates Stadium dan menyiapkan suara untuk bernyanyi
“We love you Arsenal we do. Oh, Arsenal we love you.”.
Pertama kali datang ke Emirates
Stadium, Arsenal sedang bertanding melawan MU. Saya datang tepat di menit-menit
ketika mereka menghajar MU 3-0 dan saya yang cuma tawaf di luar stadion merasa gemetar sendiri mendengar gemuruh selebrasi gol
para penonton dari dalam stadion.
“Ya Allah, berikanlah Kanet
kesempatan untuk nonton di Emirates, Ya Allah. Please….”
Awalnya saya sudah pernah nonton
Arsenal di Manchester saat mereka bertandang ke Etihad Stadium yang pernah saya
ceritakan di sini. Tapi fans Arsenal kayaknya belum mabrur kalau belum nonton
di Emirates dan saya menanti kesempatan itu datang.
Dengan sabar saya menanti
kedatangan kartu anggota merah di flat. Tentu saja saya sabar menanti, kan saya
fans Arsenal. Saat kartu Red Membership saya akhirnya sampai di flat, kayaknya
hati ini mau meledak. Sempat teriak heboh, “AAAAAAAAAAA…”, loncat-loncat, foto
kartunya, di upload di facebook, chat semua orang, dan kegirangan seharian.
My precious ~~ |
Harganya seriusan mahal tapi demi
melaksanakan tujuan hidup dan meningkatkan status dari penggemar layar kaca
menjadi penggemar bola yang sesungguhnya, harga tidak masalah. Jangan kayak
orang susah gitu lah.
Tiket sudah terbeli dan kembali
saya harus menanti pertandingan itu digelar: 14 Agustus 2016 alias 16 hari
sebelum deadline disertasi. Bodo amat. Disertasi harus bisa menunggu, kita
asumsikan saja dia juga fans Arsenal.
Emirates Stadium, berakhirkah penantian saya?
Tarik napas.
Saya keluar dari Arsenal tube
station bersama Indi dan ribuan pasukan berbaju Arsenal lainnya. Saya sih tidak
pakai baju Arsenal karena harganya mahal, masih realistis. Hahaha.
Penampakan stadion sudah mulai
terlihat. Semakin deg-degan. Kami sempat ke Arsenal Armoury dulu untuk membeli
baju Arsenal season terbaru, cie. Tapi bukan saya yang beli soalnya harganya
mahal #tetep
Saya masukkan kartu member ke
bolongan di sebelah kanan. Beep. Gerbang masuk stadion bisa terdorong. Saya
masuk dengan gembira. “AKU DATANG SAYANGKUUUUU…”
Daaaaaaaaan…
Hasdgyufjshdfblsidf…!!!!!
Weefjskdhfuiuwefcsd…!!!!!!!
Sndciaehfrilqravnalcei….!!!!!!!!!!!!!!!
Tarik napas lagi.
Premier League yang biasanya saya
lihat di tipi, sekarang bisa saya saksikan secara langsung. Ya Rabb, indah
banget rasanya ada di dalam. Mimpi apa bisa duduk di sini? Doa saya yang mana
yang terkabul? Kebaikan yang mana yang membuat Engkau meridhoi saya nonton di
sini?
Televisi paling mahal sekalipun
tidak akan mampu menggambarkan suasana di dalam stadion. Padahal saya duduk di
tribun paling atas dan di belakang gawang yang sebenarnya kurang pewe untuk
nonton bola di stadion. Tapi yang namanya duduk dari sudut manapun di Emirates
itu sama indahnya dan sama pewe-nya.
Berkali-kali saya sibuk membuka
kamera saya yang tetiba error. Coy, serius dong. Ganti batere. Tetep ga guna.
Pake kamera hape. Memory full. Pindahin memori dulu dari internal ke eksternal. Hapus
junk. Baru bisa foto. Sekali jepret. Jelek. Jepret lagi. Goyang. Jepret. Ga
kece. Lama-lama saya kesal. “BODO AMAT DAH GUE MAU NONTON BOLA, BUKAN LATIAN
FOTOGRAFI.” Saya tinggalkan semua peralatan foto dan mulai menikmati
pertandingan yang keren itu.
Dari tempat saya duduk di Emirates Stadium. Sampai sekarang pun, saya masih gemetar melihatnya. |
Penalti untuk Arsenal. Saya duduk
manis di tribun belakang gawang Simon Mignolet saat Theo Walcott mengambil
penalti. Siapkan suara untuk teriak. Ah, penalti gagal. Namun tak lama selepas
itu, Walcott menebus kesalahannya dan mencetak gol pertama untuk Arsenal.
“GOOOOOOOOOOLLLL”
Gemetar. Rasanya kayak mau
dilamar cowok, padahal belum pernah.
Eits, nanti dulu. Ternyata hari
ketika saya datang ke Emirates adalah hari yang buruk bagi fans Arsenal.
Setelah memimpin 1-0, Liverpool menyamakan kedudukan dan terus memimpin hingga
skor akhir 4-3 untuk Liverpool.
Tidak ada chant "Arsenal, we love
you". Tidak ada chant "Arsenal, Arsenal". Suasana mendadak suram.
“Come on you Gunners!” saya
melirik ke arah layar besar berkali-kali untuk mengecek waktu yang tersisa.
Deg-degan keras. Jangan biarkan pengalaman nonton bola di Emirates saya
berakhir buruk, Ya Allah. Tolong Kanet, Ya Allah.
Well, akhirnya pertandingan
berakhir dengan kekalahan Arsenal. Dan kekalahan itu adalah satu-satunya
kekalahan Arsenal dalam delapan bulan terakhir. BAYANGKAN PERASAAN SAYA! Saya
pernah ditinggal nikah tapi kayaknya ini lebih sakit.
Dengan langkah gontai, kami keluar
stadion dan makan bekal di luar sambil menikmati keramaian. Tiba-tiba kami
melihat orang-orang berkumpul di sebelah kanan kami. “Jangan-jangan pemainnya
keluar dari situ.” Kami berdua buru-buru ikut meramaikan TKP.
Benar saja, tak lama, mobil
Koscielny muncul dan saya bisa melihat dia dari jarak tiga meter. BAROKAH BRO.
Ga jadi sedih Arsenal kalah.
Pemain-pemain Arsenal lain pun
muncul silih berganti: Alexis, Ramsey, Monreal, Bellerin, Giroud, Xhaka,
Chamberlain, Holding. BAROKAH AMAAAAAAT…
Tapi tetap saja ada yang kurang.
Kurang menang. “Kayaknya kita harus nonton lagi deh, Ndi!”
Si Indi akhirnya menyelesaikan
tuntas penantiannya menyaksikan Arsenal menang dengan nonton pertandingan Liga
Champions lawan FC Basel. Rekan gooner lainnya, Yoga Adhisatya menyaksikan
pertandingan Liga Inggris melawan Chelsea dan menang banyak 3-0.
Jajaran Gooners di Manchester, dari kiri ke kanan: Indi, saya, dan Yoga. Tiga dari jutaan fans Arsenal lain yang sabar menanti |
Sementara saya masih menanti. Ada
yang mencoba menghibur kalau datang ke stadion dan menyaksikan tujuh gol saja
harusnya sudah puas. Tidak cukup, saya akan menanti kesempatan berikutnya untuk
nonton di Emirates Stadium, menang, dan menyanyikan “OH, ARSENAL WE LOVE YOU.”
Karena saya fans Arsenal, saya pasti
sabar menanti. Sama sabarnya dengan menantiiii, ah sudahlah.
Menanti Arsenal juara Premier
League maksudnya. Jangan gosip gitu dong.
Sumber: https://memegenerator.net/ |
Komentar
Posting Komentar